Thursday, October 6, 2022

Bersegera dan Berlomba dalam Kebaikan / by. aby H. syarif

 


Bersegera dan Berlomba dalam Kebaikan

Jika melihat sebagian orang begitu menggebu mengejar cita-cita dunia, maka seharusnya seorang muslim jauh lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan.

Nabi bersabda,

احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ

“Bersemangatlah dalam menggapai hal yang bermanfaat untukmu.” (HR Muslim)

Indikasi ia bersemangat adalah tidak menunda-nunda dalam melakukan kebaikan.

Allah ‘azza wajalla berfirman,

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka, berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah 148)

Syekh Abdurrahman bin Nashir Sa’di menjelaskan,

والأمر بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق إليها, يتضمن فعلها, وتكميلها, وإيقاعها على أكمل الأحوال, والمبادرة إليها، ومن سبق في الدنيا إلى الخيرات, فهو السابق في الآخرة إلى الجنات, فالسابقون أعلى الخلق درجة،

Artinya

“Perintah berlomba dalam kebaikan berada di atas level melakukan kebaikan. Karena berlomba dalam kebaikan mencakup mengerjakan, menyempurnakan, berusaha mengerjakannya (kebaikan) sebaik mungkin, dan bersegera terhadap sebuah kebaikan. Barangsiapa yang ketika di dunia ia gemar berlomba dalam kebaikan, maka kelak di akhirat ia akan mendapat kesempatan menjadi golongan yang lebih dahulu ke surga dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.”

Dalam ayat yang lain, Allah ‘azza menyifati orang-orang mukmin sebagai orang yang bersegera dan berlomba dalam kebaikan,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

Artinya

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al Mukminun 60-61)

Artinya

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al Mukminun 60-61)8

Syekh Abdurrahman bin Nashir Sa’diy mengatakan,

في ميدان التسارع في أفعال الخير، همهم ما يقربهم إلى الله، وإرادتهم مصروفة فيما ينجي من عذابه، فكل خير سمعوا به، أو سنحت لهم الفرصة إليه، انتهزوه وبادروه، قد نظروا إلى أولياء الله وأصفيائه، أمامهم، ويمنة، ويسرة، يسارعون في كل خير، وينافسون في الزلفى عند ربهم، فنافسوهم. ولما كان السابق لغيره المسارع قد يسبق لجده وتشميره، وقد لا يسبق لتقصيره

Artinya

“Dalam hal bersegera mengerjakan kebaikan, obsesi mereka adalah setiap perbuatan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Harapan mereka hanya ingin bebas dari siksa neraka. Setiap kebaikan yang mereka dengar atau ada kesempatan melakukannya, maka mereka akan segera bertindak saat itu juga. Mereka melihat orang-orang terpilih Allah telah jauh melampaui mereka, dari sisi kanan dan kiri mereka. Maka, mereka bersegera mengerjakan kebajikan dan berusaha sedekat mungkin dengan Rabb mereka. Mereka begitu kekeuh.”

Dan semangat seorang muslim dalam mengerjakan kebaikan, tidak hanya berlaku di sebagian hal dan meninggalkan sebagian yang lain.

Syekh As-Sa’di mengatakan bahwa semangat tersebut harus dimiliki di setiap ibadah wajib maupun sunah,

والخيرات تشمل جميع الفرائض والنوافل, م صلاة, وصيام, وزكوات وحج, عمرة, وجهاد, ونفع متعد وقاصر. ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير, وينشطها, ما رتب الله عليها من الثواب

Artinya

“Dan kebaikan yang dimaksud mencakup ibadah wajib dan sunah. Berupa salat, puasa, zakat, haji, umrah, jihad, dan amalan jangka panjang maupun jangka pendek. Semakin kuat dorongan hati seseorang dalam bersegera dan giat dalam mengerjakan kebaikan, sebesar itu pula pahala yang Allah limpahkan kepada hamba tadi.”

Semangat mengerjakan kebaikan ini hendaknya tidak boleh padam di tengah jalan dengan menunda-nundanya.

Nabi bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا وَيُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ أَحَدُهُمْ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Artinya:

“Bersegeralah mengerjakan kebaikan sebelum datangnya fitnah yang seperti gelapnya malam. Sehingga ada di antara orang-orang yang paginya beriman, sore harinya telah kufur. Atau sebaliknya, di sore hari ia beriman, kemudian kufur di esok paginya. Mereka menukar agama mereka dengan perbendaharaan dunia.” (HR Ahmad)

Hasan ABashri mengatakan,

‌إياك ‌والتسويف، فإنك بيومك ولست بغدك، فإن يكن غد لك فكس في غد كما كست في اليوم، وإن لم يكن لك غد لم تندم على ما فرطت في اليوم

Artinya

“Jauhilah berkata “nanti, nanti”. Karena kamu adalah apa yang ada hari ini dan bukan esok hari. Jika esok kamu masih ada, berpikiranlah sebagaimana sebelumnya (menjadikan esok sebagai hari ini -pent). Kalaupun seandainya esok bukan jatahmu lagi, maka tiada penyesalan atas apa yang kau tunda-tunda di hari ini.”

Sebab-Sebab Kekufuran

Para ulama membahas macam-macam kekufuran dengan jenis pembagian yang banyak dan beragam.

Macam kekufuran dibagi menjadi beberapa pembagian. Jenis pembagian yang beragam tidak menunjukkan perbedaan. Namun, hal itu disebabkan karena perbedaan tinjauan atau sudut pandang saja.

Kufur akbar dan kufur asghar

Ditinjau dari hukumnya, kekufuran dibagi menjadi kufur akbar dan asghar.

Kufur akbar menyebabkan hilangnya iman secara keseluruhan dan pelakunya bukan lagi seorang mukmin. Kufur akbar dapat terjadi karena keyakinan, atau ucapan, atau perbuatan. Sedangkan kufur asghar akan meniadakan kesempurnaan iman, namun tidak menghilangkan iman secara total.

Ini merupakan kekufuran amal, yaitu berupa semua maksiat yang dinamai oleh syariat sebagai perbuatan kekufuran, namun pelakunya masih dianggap mukmin.

Kekufuran Ditinjau dari Sebabnya

Kufur juhud dan takdzib

Kufur jenis ini yaitu seperti kekufuran yang terjadi pada orang yang mengenal kebenaran Islam di dalam hatinya, namun mengingkari dan tidak mau mengakuinya.

Perbedaan antara juhud dan takdzib yaitu bahwa makna takdzib lebih luas daripada juhud. Kufur juhud terjadi pada lisan, adapun takdzib bisa terdapat dalam hati, lisan, dan juga amal perbuatan.

Perbedaan ini ditunjukkan dalam firman Allah,

فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللّهِ يَجْحَدُونَ

“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu. Akan tetapi, orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.“ (Al A’am: 33)

Contoh kufur jenis ini adalah kufurnya Fir’aun dan orang-orang yang mengikutinya.

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.“ (An-Naml 14)

Allah Ta’ala menjelaskan kondisi mereka,

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.“ (Al Baqarah 146)

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ

“Maka, setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al Baqarah: 89)

Kufur jenis ini bisa terjadi secara keseluruhan seperti kekufuran orang yang menentang risalah nabi atau wahyu yang Allah turunkan. Bisa juga terjadi pada sebagian perkara, misalnya kufurnya orang yang menentang sebagian kewajiban Islam, menolak keharaman yang telah Allah tetapkan, atau menolak semua maupun sebagian dari sifat-sifat Allah.

Kekufuran yang terjadi pada sebagian risalah ini bisa dimaafkan jika terjadi karena kebodohan atau karena pengaruh takwil dan pelakunya tidaklah dikafirkan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadis mengenai orang yang mengingkari kekuasaan Allah atas dirinya sehingga memerintahkan keluarganya untuk membakar mayatnya dan menyebarkan abunya ketika angin bertiup.

Meskipun demikian, Allah tetap mengampuni orang tersebut dan merahmatinya karena dia melakukannya karena ketidaktahuan.

Kufur I’rad

Kufur i’rad adalah berpalingnya pendengaran dan hati dari rasul dan tidak mau membenarkannya ataupun mendustakannya, tidak pula loyal dan membencinya, serta tidak mau mendengarkannya sama sekali.

Dia meninggalkan kebenaran Islam dan tidak mau mempelajarinya apalagi mengamalkannya. Dia lari dan menjauhi dari tempat yang disebutkan kebenaran di situ. Ini adalah merupakan bagian dari kafir i’rad, yaitu berpaling dan meninggalkan kebenaran.

Kufur Syak

Kufur syak yaitu kufur karena keraguan, yaitu tidak menegaskan kebenaran Nabi dan tidak pula secara tegas mendustakannya. Sikapnya ragu dan bimbang untuk mengikutinya.

Dalil kufur jenis ini adalah

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَذِهِ أَبَداً وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْراً مِّنْهَا مُنقَلَباً قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلاً

Artinya

“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri. Ia berkata, ‘Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.’ Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya (sedang dia bercakap-cakap dengannya), ‘Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?’“ (Al Kahfi: 35-37)

Kufur Nifaq

Yaitu menampakkan diri mengikuti petunjuk yang dibawa rasul, namun menolak dan mengingkarinya dalam hati. Jadi, dia beriman secara lahiriah namun batinnya kafir.

Dalil mengenai kufur nifaq adalah firman Allah,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (Al Munafiqun: 3)

Kufur Istikbar

Yaitu kufur karena enggan dan sombong, yang bisa membatalkan amalan hati. Kufur istikbar bisa membatalkan amalan hati, yaitu seseorang mengenal kebenaran dalam hatinya dan lisannya, akan tetapi menolak menerimanya dan beragama dengannya, baik dengan sombong tidak mau menerima atau meremehkan kebenaran tersebut.

Demikian pula dengan bersikap sombong dan meremehkan orang-orang yang mengikuti kebenaran.

Contohnya adalah kufurnya iblis. Iblis tidak menentang perintah Allah dan tidak pula ingkar, namun dia menanggapi perintah Allah dengan enggan dan sombong.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.“ (AlBaqarah: 34)

Kekufuran orang yang telah mengenal kejujuran Rasul bahwa beliau membawa kebenaran dari Allah. Dia mengakui hal tersebut, dia tidak ragu dengan kejujuran sang Nabi, akan tetapi tidak mau patuh kepadanya karena enggan dan sombong atau dikuasai dengan kesombongan dan kemuliaan terhadap nenek moyang sehingga tidak mau membenci nenek moyang dan memvonis bahwa agama tersebut adalah kekufuran.

Kufur karena mengaku mengetahui ilmu gaib

Kufur karena memiliki keyakinan bahwa ada yang mengetahui ilmu gaib selain Allah. Ini merupakan kekufuran yang membatalkan keimanan karena bertentangan dengan firman Allah

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Artinya

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.'” Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.“ (AnNaml 65)

Alllah Ta’ala juga berfriman,

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ

“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri.“ (Al An’am: 59)

Buah Manis Keikhlasan

Ikhlas mengandung faedah yang luar biasa banyaknya. Apabila ikhlas benar-benar tertanam dalam hati seorang hamba, maka akan menghasilkan buah manis sebagai berikut:

Pertama: Diterimanya Amal

Nabi bersabda,

إنَّ اللهَ لا يقبلُ من العملِ إلَّا ما كان خالصًا وابتُغي به وجهُه

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan pernah menerima amal, kecuali amal yang ikhlas mengharap wajah-Nya.“ (HR Nasai)

Kedua:

Mendapatkan  Pahala

Nabi bersabda,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا 

“Sesungguhnya tidaklah Engkau memberikan nafkah dengan niat ikhlas mengharap wajah-Nya, melainkan Engkau akan mendapat pahala kebaikan.“ (HR Bukhari)

Ketiga: Amalan Kecil Bisa Menjadi Besar

Ibnul Mubarak mengatakan,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Betapa banyak amal yang kecil menjadi  besar nilainya karena niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil nilainya karena niat.“

Keempat: Mendapatkan Ampunan Dosa

Ikhlas adalah sebab terbesar diampuninya dosa-dosa.

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa ada satu jenis amal yang apabila dilakukan oleh seorang hamba dengan penuh keikhlasan, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa besar yang pernah dilakukan dengan sebab amalan tersebut.

Nabi bersabda,

يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِى الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِى كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِى كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ

Artinya

“Ada seseorang dari umatku pada hari kiamat nanti yang dihadapkan di hadapan manusia pada hari kiamat. Lalu, dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 gulungan. Setiap gulungan jika dibentangkan panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, ‘Apakah Engkau mengingkari sesuatu dari gulungan catatanmu ini?’ Ia menjawab, ‘Tidak sama sekali wahai Rabbku.’ Allah bertanya lagi, ‘Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim padamu?’ Lalu ditanyakan pula, ‘Apakah Engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?’ Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, ‘Tidak.’ Allah pun berfirman, ‘Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Dan sungguh tidak akan ada kezaliman atasmu hari ini.’

Lantas dikeluarkanlah satu bitoqoh (kartu) yang bertuliskan syahadat laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh. Lalu ia bertanya, ‘Apalah artinya kartu ini dibanding dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?’ Allah berkata padanya, ‘Sesungguhnya Engkau tidak dizalimi.’

Lantas diletakkanlah gulungan catatan dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ‘laa ilaha illalah’ tadi. ” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, shahih)

Demikianlah kondisi orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas dan jujur, seperti yang dialami orang dalam hadis ini. Meskipun demikian, pelaku dosa yang masuk neraka dan mereka mengucapkan laa ilaaha illallah tidak otomatis akan mengalami seperti yang didapatkan oleh pemilik kartu yang disebutkan dalam hadits.


0 comments:

Post a Comment