Saturday, March 15, 2025

Lebih dari Sekadar TPG: Saatnya Guru Melejitkan Kualitas!

local poto 2025 by. ilustrasi

Tunjangan tinggi, tapi apakah kompetensi ikut naik? Jangan sampai TPG hanya jadi formalitas tanpa esensi! Saatnya guru bukan hanya sejahtera, tapi juga makin luar biasa! ๐Ÿš€๐Ÿ“š by. eep

Antara Formalitas dan Esensi

Pena GPAI, 15/3/2025. Seperti dua sisi mata uang yang dilempar ke udara, Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan kompetensi guru terus berputar dalam pusaran perdebatan yang tak berkesudahan. Satu sisi gemerlap dengan janji kesejahteraan, sementara sisi lainnya dihantui pertanyaan: "Apakah tunjangan berbanding lurus dengan kualitas?"

Mari kita bayangkan dunia pendidikan sebagai samudra luas. Di atasnya, para guru berlayar dengan kapal bernama "Harapan dan Dedikasi". Sebagian kapal megah dengan layar membentang, dipenuhi nakhoda yang paham betul arah angin, membaca ombak, dan menakhodai dengan keahlian tinggi. Namun, sebagian lainnya masih tertatih, berlayar dengan kompas yang berkarat, terseret arus ketidakpastian.

Di tengah lautan itu, datanglah gelombang TPG, bak tsunami kesejahteraan yang diimpikan. Banyak guru bersorak, akhirnya jerih payah mereka dihargai. Tetapi, di sudut lain, ada gelisah yang mengendapโ€”apakah tunjangan ini cukup untuk membangkitkan jiwa kompetensi yang tertidur? Atau justru menjadi selimut nyaman yang membuat sebagian guru lupa bahwa kapal mereka harus terus diperbaiki?

Kompetensi guru adalah nyawa pendidikan. Ia bukan sekadar sertifikat yang terpampang di dinding ruang guru atau deretan angka dalam daftar nilai. Kompetensi adalah api yang membakar semangat belajar. Ia adalah cahaya di tengah gelapnya ketidaktahuan siswa. Tetapi, jika api itu hanya redup di bawah tekanan administratif, apakah tunjangan bisa benar-benar menghidupkannya?

Sebuah ironi terjadi: tunjangan yang seharusnya menjadi bahan bakar, terkadang berubah menjadi fatamorgana. Seperti raja tanpa mahkota, ada guru yang mendapat tunjangan tetapi tetap gagap teknologi, kaku dalam mengajar, dan lebih sibuk mengurus angka kredit daripada kualitas belajar siswa.

Namun, harapan selalu ada. Di sudut-sudut sekolah, masih banyak guru yang menjadikan kompetensi sebagai cahaya mercusuar. Mereka paham bahwa TPG hanyalah sarana, bukan tujuan. Mereka terus berinovasi, belajar tanpa henti, dan menjadikan kelas sebagai laboratorium ilmu yang hidup.

Maka, apakah TPG adalah solusi utama bagi kompetensi guru? Tidak sepenuhnya. Sebab, kompetensi tidak bisa dibeli, tidak bisa diukur hanya dengan tunjangan. Ia tumbuh dari kesadaran, berkembang dari keinginan untuk selalu menjadi lebih baik.

Sampai kapan perdebatan ini akan terus berputar? Sampai para guru menyadari bahwa pendidikan bukan tentang angka dalam slip gaji, melainkan jejak yang mereka tinggalkan di hati anak didik mereka.

Memang benar bahwa Tunjangan Profesi Guru (TPG) dapat menjadi motivasi dan penghargaan bagi guru, namun tidak boleh mengabaikan pentingnya kompetensi guru. Kompetensi guru adalah kunci untuk menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas, efektif, dan efisien. Guru yang kompeten dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, menggunakan metode yang inovatif, dan menilai kemajuan siswa dengan akurat. Di sisi lain, TPG hanya merupakan salah satu aspek dari keseluruhan sistem pendidikan. Jika kompetensi guru tidak seimbang dengan TPG, maka pendidikan kita hanya akan terjebak dalam ilusi sejahtera.

Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan kompetensi guru, seperti pelatihan, workshop, dan pendidikan lanjutan. Dengan demikian, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih berkualitas, efektif, dan berkelanjutan.

Allohua'lam...

0 comments:

Post a Comment