Bersegera
dan Berlomba dalam Kebaikan
Jika
melihat sebagian orang begitu menggebu mengejar cita-cita dunia, maka
seharusnya seorang muslim jauh lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan.
Nabi bersabda,
احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ
“Bersemangatlah
dalam menggapai hal yang bermanfaat untukmu.” (HR Muslim)
Indikasi ia
bersemangat adalah tidak menunda-nunda dalam melakukan kebaikan.
Allah ‘azza
wajalla berfirman,
وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا
يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan bagi
tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka,
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah 148)
Syekh
Abdurrahman bin Nashir Sa’di menjelaskan,
والأمر
بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق إليها,
يتضمن فعلها, وتكميلها, وإيقاعها على أكمل الأحوال, والمبادرة إليها، ومن سبق في
الدنيا إلى الخيرات, فهو السابق في الآخرة إلى الجنات, فالسابقون أعلى الخلق درجة،
Artinya
“Perintah
berlomba dalam kebaikan berada di atas level melakukan kebaikan. Karena
berlomba dalam kebaikan mencakup mengerjakan, menyempurnakan, berusaha
mengerjakannya (kebaikan) sebaik mungkin, dan bersegera terhadap sebuah
kebaikan. Barangsiapa yang ketika di dunia ia gemar berlomba dalam kebaikan,
maka kelak di akhirat ia akan mendapat kesempatan menjadi golongan yang lebih
dahulu ke surga dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.”
Dalam ayat
yang lain, Allah ‘azza menyifati orang-orang mukmin sebagai orang yang
bersegera dan berlomba dalam kebaikan,
وَالَّذِينَ
يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ
رَاجِعُونَ
أُولَٰئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
Artinya
“Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al Mukminun 60-61)
Artinya
“Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al Mukminun 60-61)8
Syekh
Abdurrahman bin Nashir Sa’diy mengatakan,
في ميدان
التسارع في أفعال الخير، همهم ما يقربهم إلى الله، وإرادتهم مصروفة فيما ينجي من
عذابه، فكل خير سمعوا به، أو سنحت لهم الفرصة إليه، انتهزوه وبادروه، قد نظروا إلى
أولياء الله وأصفيائه، أمامهم، ويمنة، ويسرة، يسارعون في كل خير، وينافسون في
الزلفى عند ربهم، فنافسوهم. ولما كان السابق لغيره المسارع قد يسبق لجده وتشميره،
وقد لا يسبق لتقصيره
Artinya
“Dalam hal
bersegera mengerjakan kebaikan, obsesi mereka adalah setiap perbuatan yang bisa
mendekatkan diri kepada Allah. Harapan mereka hanya ingin bebas dari siksa
neraka. Setiap kebaikan yang mereka dengar atau ada kesempatan melakukannya, maka
mereka akan segera bertindak saat itu juga. Mereka melihat orang-orang terpilih
Allah telah jauh melampaui mereka, dari sisi kanan dan kiri mereka. Maka,
mereka bersegera mengerjakan kebajikan dan berusaha sedekat mungkin dengan Rabb
mereka. Mereka begitu kekeuh.”
Dan
semangat seorang muslim dalam mengerjakan kebaikan, tidak hanya berlaku di
sebagian hal dan meninggalkan sebagian yang lain.
Syekh
As-Sa’di mengatakan bahwa semangat tersebut harus dimiliki di setiap
ibadah wajib maupun sunah,
والخيرات تشمل
جميع الفرائض والنوافل, م صلاة, وصيام, وزكوات وحج, عمرة, وجهاد, ونفع متعد وقاصر.
ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير, وينشطها, ما رتب الله عليها
من الثواب
Artinya
“Dan
kebaikan yang dimaksud mencakup ibadah wajib dan sunah. Berupa salat, puasa,
zakat, haji, umrah, jihad, dan amalan jangka panjang maupun jangka pendek.
Semakin kuat dorongan hati seseorang dalam bersegera dan giat dalam mengerjakan
kebaikan, sebesar itu pula pahala yang Allah limpahkan kepada hamba tadi.”
Semangat
mengerjakan kebaikan ini hendaknya tidak boleh padam di tengah jalan dengan
menunda-nundanya.
Nabi bersabda,
بَادِرُوا
بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ
مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا وَيُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ
أَحَدُهُمْ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya:
“Bersegeralah
mengerjakan kebaikan sebelum datangnya fitnah yang seperti gelapnya malam.
Sehingga ada di antara orang-orang yang paginya beriman, sore harinya telah
kufur. Atau sebaliknya, di sore hari ia beriman, kemudian kufur di esok
paginya. Mereka menukar agama mereka dengan perbendaharaan dunia.” (HR Ahmad)
Hasan
ABashri mengatakan,
إياك والتسويف،
فإنك بيومك ولست بغدك، فإن يكن غد لك فكس في غد كما كست في اليوم، وإن لم يكن لك
غد لم تندم على ما فرطت في اليوم
Artinya
“Jauhilah
berkata “nanti, nanti”. Karena kamu adalah apa yang ada hari ini dan bukan esok
hari. Jika esok kamu masih ada, berpikiranlah sebagaimana sebelumnya
(menjadikan esok sebagai hari ini -pent). Kalaupun seandainya esok bukan
jatahmu lagi, maka tiada penyesalan atas apa yang kau tunda-tunda di hari ini.”
Sebab-Sebab
Kekufuran
Para ulama
membahas macam-macam kekufuran dengan jenis pembagian yang banyak dan beragam.
Macam
kekufuran dibagi menjadi beberapa pembagian. Jenis pembagian yang beragam tidak
menunjukkan perbedaan. Namun, hal itu disebabkan karena perbedaan tinjauan atau
sudut pandang saja.
Kufur akbar
dan kufur asghar
Ditinjau
dari hukumnya, kekufuran dibagi menjadi kufur akbar dan asghar.
Kufur akbar
menyebabkan hilangnya iman secara keseluruhan dan pelakunya bukan lagi seorang
mukmin. Kufur akbar dapat terjadi karena keyakinan, atau ucapan, atau
perbuatan. Sedangkan kufur asghar akan meniadakan kesempurnaan iman, namun
tidak menghilangkan iman secara total.
Ini
merupakan kekufuran amal, yaitu berupa semua maksiat yang dinamai oleh syariat
sebagai perbuatan kekufuran, namun pelakunya masih dianggap mukmin.
Kekufuran
Ditinjau dari Sebabnya
Kufur juhud
dan takdzib
Kufur jenis
ini yaitu seperti kekufuran yang terjadi pada orang yang mengenal kebenaran
Islam di dalam hatinya, namun mengingkari dan tidak mau mengakuinya.
Perbedaan
antara juhud dan takdzib yaitu bahwa makna takdzib lebih luas daripada juhud.
Kufur juhud terjadi pada lisan, adapun takdzib bisa terdapat dalam hati, lisan,
dan juga amal perbuatan.
Perbedaan
ini ditunjukkan dalam firman Allah,
فَإِنَّهُمْ
لاَ يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللّهِ يَجْحَدُونَ
“Karena
mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu. Akan tetapi, orang-orang yang zalim
itu mengingkari ayat-ayat Allah.“ (Al A’am: 33)
Contoh
kufur jenis ini adalah kufurnya Fir’aun dan orang-orang yang mengikutinya.
وَجَحَدُوا
بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka
mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka
meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang berbuat kebinasaan.“ (An-Naml 14)
Allah Ta’ala
menjelaskan kondisi mereka,
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ
فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.“
(Al Baqarah 146)
Allah Ta’ala
berfirman,
فَلَمَّا
جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ
“Maka,
setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar
kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al Baqarah:
89)
Kufur jenis
ini bisa terjadi secara keseluruhan seperti kekufuran orang yang menentang
risalah nabi atau wahyu yang Allah turunkan. Bisa juga terjadi pada sebagian
perkara, misalnya kufurnya orang yang menentang sebagian kewajiban Islam,
menolak keharaman yang telah Allah tetapkan, atau menolak semua maupun sebagian
dari sifat-sifat Allah.
Kekufuran
yang terjadi pada sebagian risalah ini bisa dimaafkan jika terjadi karena
kebodohan atau karena pengaruh takwil dan pelakunya tidaklah dikafirkan. Hal
ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadis mengenai orang yang mengingkari
kekuasaan Allah atas dirinya sehingga memerintahkan keluarganya untuk membakar
mayatnya dan menyebarkan abunya ketika angin bertiup.
Meskipun
demikian, Allah tetap mengampuni orang tersebut dan merahmatinya karena dia
melakukannya karena ketidaktahuan.
Kufur I’rad
Kufur i’rad
adalah berpalingnya pendengaran dan hati dari rasul dan tidak mau
membenarkannya ataupun mendustakannya, tidak pula loyal dan membencinya, serta
tidak mau mendengarkannya sama sekali.
Dia
meninggalkan kebenaran Islam dan tidak mau mempelajarinya apalagi
mengamalkannya. Dia lari dan menjauhi dari tempat yang disebutkan kebenaran di
situ. Ini adalah merupakan bagian dari kafir i’rad, yaitu berpaling dan
meninggalkan kebenaran.
Kufur Syak
Kufur syak
yaitu kufur karena keraguan, yaitu tidak menegaskan kebenaran Nabi dan tidak
pula secara tegas mendustakannya. Sikapnya ragu dan bimbang untuk mengikutinya.
Dalil kufur
jenis ini adalah
وَدَخَلَ
جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَذِهِ
أَبَداً وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَى رَبِّي
لَأَجِدَنَّ خَيْراً مِّنْهَا مُنقَلَباً قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ
أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ
رَجُلاً
Artinya
“Dan dia
memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri. Ia berkata, ‘Aku
kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari
kiamat itu akan datang. Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku,
pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun
itu.’ Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya (sedang dia bercakap-cakap
dengannya), ‘Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang
sempurna?’“ (Al Kahfi: 35-37)
Kufur Nifaq
Yaitu
menampakkan diri mengikuti petunjuk yang dibawa rasul, namun menolak dan
mengingkarinya dalam hati. Jadi, dia beriman secara lahiriah namun batinnya
kafir.
Dalil
mengenai kufur nifaq adalah firman Allah,
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا
يَفْقَهُونَ
“Yang
demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian
menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak
dapat mengerti.” (Al Munafiqun: 3)
Kufur
Istikbar
Yaitu kufur
karena enggan dan sombong, yang bisa membatalkan amalan hati. Kufur istikbar
bisa membatalkan amalan hati, yaitu seseorang mengenal kebenaran dalam hatinya
dan lisannya, akan tetapi menolak menerimanya dan beragama dengannya, baik
dengan sombong tidak mau menerima atau meremehkan kebenaran tersebut.
Demikian
pula dengan bersikap sombong dan meremehkan orang-orang yang mengikuti
kebenaran.
Contohnya
adalah kufurnya iblis. Iblis tidak menentang perintah Allah dan tidak pula
ingkar, namun dia menanggapi perintah Allah dengan enggan dan sombong.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada
Adam!’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir.“ (AlBaqarah: 34)
Kekufuran
orang yang telah mengenal kejujuran Rasul bahwa beliau membawa kebenaran dari
Allah. Dia mengakui hal tersebut, dia tidak ragu dengan kejujuran sang Nabi,
akan tetapi tidak mau patuh kepadanya karena enggan dan sombong atau dikuasai
dengan kesombongan dan kemuliaan terhadap nenek moyang sehingga tidak mau
membenci nenek moyang dan memvonis bahwa agama tersebut adalah kekufuran.
Kufur
karena mengaku mengetahui ilmu gaib
Kufur
karena memiliki keyakinan bahwa ada yang mengetahui ilmu gaib selain Allah. Ini
merupakan kekufuran yang membatalkan keimanan karena bertentangan dengan firman
Allah
قُل لَّا يَعْلَمُ
مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ
أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Artinya
“Katakanlah,
‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib,
kecuali Allah.'” Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.“
(AnNaml 65)
Alllah Ta’ala
juga berfriman,
وَعِندَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ
“Dan pada
sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya,
kecuali Dia sendiri.“ (Al An’am: 59)
Buah Manis
Keikhlasan
Ikhlas
mengandung faedah yang luar biasa banyaknya. Apabila ikhlas benar-benar
tertanam dalam hati seorang hamba, maka akan menghasilkan buah manis sebagai
berikut:
Pertama:
Diterimanya Amal
Nabi
bersabda,
إنَّ اللهَ لا
يقبلُ من العملِ إلَّا ما كان خالصًا وابتُغي به وجهُه
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala tidak akan pernah menerima amal, kecuali amal yang ikhlas
mengharap wajah-Nya.“ (HR Nasai)
Kedua:
Mendapatkan
Pahala
Nabi
bersabda,
إِنَّكَ لَنْ
تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya
tidaklah Engkau memberikan nafkah dengan niat ikhlas mengharap wajah-Nya,
melainkan Engkau akan mendapat pahala kebaikan.“ (HR Bukhari)
Ketiga:
Amalan Kecil Bisa Menjadi Besar
Ibnul
Mubarak mengatakan,
رب عمل صغير
تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية
“Betapa
banyak amal yang kecil menjadi besar nilainya karena niat. Dan betapa
banyak amal yang besar menjadi kecil nilainya karena niat.“
Keempat:
Mendapatkan Ampunan Dosa
Ikhlas
adalah sebab terbesar diampuninya dosa-dosa.
Ibnu
Taimiyyah menjelaskan bahwa ada satu jenis amal yang apabila dilakukan oleh
seorang hamba dengan penuh keikhlasan, maka Allah Ta’ala akan mengampuni
dosa-dosa besar yang pernah dilakukan dengan sebab amalan tersebut.
Nabi
bersabda,
يُصَاحُ
بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ
فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ
لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِى الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ
أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ
بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ
فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ
الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ
السِّجِلاَّتُ فِى كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِى كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ
وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ
Artinya
“Ada
seseorang dari umatku pada hari kiamat nanti yang dihadapkan di hadapan manusia
pada hari kiamat. Lalu, dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99
gulungan. Setiap gulungan jika dibentangkan panjangnya sejauh mata memandang.
Kemudian Allah menanyakan padanya, ‘Apakah Engkau mengingkari sesuatu dari
gulungan catatanmu ini?’ Ia menjawab, ‘Tidak sama sekali wahai Rabbku.’ Allah
bertanya lagi, ‘Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim padamu?’ Lalu
ditanyakan pula, ‘Apakah Engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?’
Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, ‘Tidak.’ Allah pun berfirman,
‘Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Dan sungguh tidak akan ada
kezaliman atasmu hari ini.’
Lantas
dikeluarkanlah satu bitoqoh (kartu) yang bertuliskan syahadat laa ilaha ilallah
wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh. Lalu ia bertanya, ‘Apalah artinya kartu
ini dibanding dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?’ Allah berkata
padanya, ‘Sesungguhnya Engkau tidak dizalimi.’
Lantas
diletakkanlah gulungan catatan dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ‘laa
ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa
tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ‘laa ilaha illalah’ tadi. ” (HR
Tirmidzi, Ibnu Majah, shahih)
Demikianlah
kondisi orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas dan jujur, seperti
yang dialami orang dalam hadis ini. Meskipun demikian, pelaku dosa yang masuk
neraka dan mereka mengucapkan laa ilaaha illallah tidak otomatis akan mengalami
seperti yang didapatkan oleh pemilik kartu yang disebutkan dalam hadits.