Wednesday, February 28, 2024

Melawan Kedzoliman: Mengaplikasikan Konsep Filsafat dalam Tindakan Nyata

local photo (2024) ilustrasi
Purwakarta, (28/02/2024). Dalam masyarakat kontemporer yang kompleks, kedzoliman masih menjadi isu yang relevan dan memerlukan pendekatan yang komprehensif. Kedzoliman dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ketidakadilan struktural, pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi, penindasan, hingga eksploitasi sosial dan ekonomi. Untuk memahami dan mengatasi kedzoliman ini, kita perlu menggali analogi filsafat sebagai alat yang berharga.[1]

Salah satu konsep yang dapat digunakan adalah kesetaraan dalam pemikiran John Rawls. Dalam teorinya tentang keadilan sebagai kesetaraan, Rawls menekankan pentingnya memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan mereka yang paling rentan dalam masyarakat. Konsep kesetaraan ini dapat menjadi panduan dalam merancang kebijakan sosial yang adil dan mengatasi kedzoliman struktural. Dengan memperhatikan keadilan sebagai kesetaraan, kita dapat berusaha untuk mengurangi kesenjangan sosial dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua individu.[2]

Selain itu, etika perawatan juga dapat menjadi landasan yang kuat dalam melawan kedzoliman. Konsep ini menekankan pentingnya empati, perhatian, dan tanggung jawab dalam merawat dan menghormati martabat setiap individu. Dalam konteks melawan kedzoliman, etika perawatan dapat membantu membangun hubungan yang saling menghormati dan membantu mengurangi ketidakadilan di antara individu-individu. Dengan mempraktikkan etika perawatan, kita dapat membentuk lingkungan sosial yang lebih inklusif dan memperjuangkan keadilan bagi semua.[3]

Selanjutnya, konsep tanggung jawab sosial juga dapat memberikan panduan dalam melawan kedzoliman. Etika tanggung jawab sosial mengajarkan pentingnya berpartisipasi dalam upaya kolektif untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat. Dalam konteks melawan kedzoliman, pemahaman tentang tanggung jawab sosial dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan nyata dan mengadvokasi keadilan. Dengan berpartisipasi dalam gerakan sosial, kegiatan sukarela, atau memperjuangkan perubahan kebijakan, kita dapat membantu mengatasi kedzoliman dan memperkuat solidaritas di antara individu-individu.

Selain itu, penting juga untuk menerapkan kritisisme dalam mengungkap dan menghadapi kedzoliman. Kritisisme mengajarkan pentingnya mempertanyakan dan memeriksa secara kritis kekuasaan, institusi, dan struktur sosial yang mungkin melibatkan kedzoliman. Dengan menggunakan perspektif kritis, individu dapat mengenali, mengungkap, dan melawan kedzoliman yang ada di sekitar mereka. Melalui analisis yang kritis, kita dapat memahami akar penyebab kedzoliman dan mengembangkan strategi yang efektif dalam menghadapinya.

Terakhir, konsep empati dan solidaritas juga penting dalam melawan kedzoliman. Dalam masyarakat yang kompleks, konsep ini dapat membantu membangun pemahaman dan hubungan yang lebih baik antara individu-individu. Dengan mempraktikkan empati, kita dapat mengembangkan empati terhadap pengalaman dan penderitaan orang lain, yang dapat membantu kita memahami dan merespons kedzoliman dengan lebih baik. Solidaritas juga penting dalam melawan kedzoliman, karena dengan bersatu dan berkolaborasi, kita dapat menciptakan perubahan yang lebih besar dan membantu mereka yang terkena dampak kedzoliman.

Dalam melawan kedzoliman dalam masyarakat kontemporer, penting untuk menggali analogi filsafat sebagai sumber inspirasi dan panduan. Dengan memperluas pemahaman kita tentang kedzoliman melalui lensa filsafat, kita dapat membangun dasar yang kuat untuk mengatasi ketidakadilan dan menciptakan masyarakat yang lebih adil. Namun, tidak cukup hanya memahami konsep-konsep filosofis ini. Penting juga untuk menerapkannya dalamtindakan nyata dan berpartisipasi dalam perubahan sosial yang positif. Individu perlu aktif terlibat dalam gerakan sosial, kegiatan sukarela, atau advokasi kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi kedzoliman.

Dalam kesimpulan, menggali analogi filsafat dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kedzoliman dan memberikan panduan dalam mengatasi masalah ini dalam masyarakat kontemporer. Konsep kesetaraan, etika perawatan, tanggung jawab sosial, kritisisme, empati, dan solidaritas adalah beberapa konsep filsafat yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melawan kedzoliman. Namun, penting untuk menghubungkan pemahaman filosofis ini dengan tindakan nyata dan berpartisipasi dalam perubahan sosial yang positif. Dengan demikian, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil, mengurangi ketidakadilan, dan menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua individu.



[1] Baidhawy, Z. (2005). Pendidikan agama berwawasan Multikultural. Erlangga.

[2] Takdir, M. (2018). Transformasi Kesetaraan Buruh: Studi Kritis Teori Keadilan John Rawls. Jurnal Sosiologi Reflektif12(2), 327-352.

[3] Putra, N. A., Kusumawati, M. L., SKM, M. K., Rachmalia, N., & Susanti, M. N. S. S. BUKU SAKU KARAKTER. 

Tuesday, February 13, 2024

Meningkatkan Motivasi dan Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran Era Digital

local photo (2024) by. Atin, momen pembelajaran interaktif


Peran Guru dan Penggunaan Platform Interaktif

Oleh: Atien Fauziah

Guru kelas SDN Palinggihan


Saat ini kemajuan teknologi semakin pesat serta berperan penuh dalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih mudah dalam mendapatkan atau menyampaikan informasi. Begitu juga yang terjadi pada dunia Pendidikan, kemajuan teknologi ini telah membudaya di sekolah. Semua komponen sekolah harus mendukung perubahan budaya menuju penerimaan dan integrasi teknologi dalam pembelajaran. 

Guru sebagai stakeholder di kelas harus dapat berpartisifasi aktif dalam penerimaan kemajuan teknologi tersebut. Hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan penggunaan teknologi atau media digital adalah melalui pelatihan atau webinar secara berkala. Selain itu juga diperlukan adanya kolaborasi sesama rekan kerja untuk sekedar berbagi pengalaman dalam penggunaan teknologi, terutama yang berhubungan dengan pembelajaran.

Dalam perubahan proses pembelajaran pada era digital diperlukan aksesibilitas teknologi, yakni saat guru menggunakan digital dalam proses pembelajarannya, harus dipastikan semua siswa dapat mengakses informasi pembelajaran yang guru berikan, terutama pada saat pembelajaran dilaksanakan secara daring. Cara yang dapat ditempuh untuk aksesibilitas ini, salah satunya adalah sekolah dapat bekerjasama dengan pemerintah dalam penyediaan jaringan internet gratis dalam lingkungan masyarakat.

Selain aksesibilitas teknologi, kesenjangan digital juga perlu diperhatikan. Kesenjangan digital yang dimaksud disini adalah ketimpangan yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengakses atau menggunakan teknologi digital (gagap digital). Terutama pada Pendidikan inklusif yang berlaku saat ini, dimana tidak semua siswa dengan kemampuan yang sama dalam satu kelas. Oleh karena itu, yang harus menjadi fokus guru dengan pengambilan inisiatif untuk meminimalisir kesenjangan digital tersebut, salah satu contohnya dengan perpustakaan digital. 

Motivasi dan keterlibatan siswa juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran era digital ini, untuk menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah melakukan pembelajaran yang menarik dan relevan dengan keseharian siswa, diantaranya adalah pemanfaatan platform pembelajaran yang interaktif seperti game dan video pembelajaran yang akan menarik minat belajar siswa.

Selain itu dalam proses penilaian dan evaluasi, guru juga perlu mempertimbangkan penggunaan alat evaluasi online untuk mengevaluasi kemajuan siswa yang sesuai dengan konteks digital. Ada banyak sekali fitur-fitur yang dapat digunakan untuk melaksanakan penilaian dan evaluasi online, salah satunya dengan proyek yang berbasis teknologi serta portofolio digital.

Namun terlepas dari kemajuan teknologi dalam pembelajaran, tetap perlu diperhatikan bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa. Teknologi yang kita gunakan hanya sebagai  alat bantu, tetap saja guru harus memadukan teknologi dengan strategi pembelajaran konvensional, karena teknologi tidak dapat menggantikan interaksi antara guru dengan siswa.

Baca juga:  Jurnal Mudarris 





Monday, February 12, 2024

Mengasah Disiplin Generasi Penerus di SDN Palinggihan

local poto (2024) by. atin

 NUSANTARA AJEG JIKA GENERASI PENERUSNYA BERDISIPLIN

Oleh: Atien Fauziah

Purwakarta_PENAGPAI, (12/02/2024) Menanamkan rasa Nasionalisme terhadap siswa-siswi SDN palinggihan salah satunya dengan melaksanakan ‘Upacara Bendera’ yang dilaksanakan hari Senin setiap minggunya. Dalam pelaksanaan Upacara bendera tersebut diberikan penekanan ketika siswa-siswi menaikkan bendera Merah Putih. Saat penaikan bendera tersebut siswa dilatih untuk mencintai Tanah Airnya, dengan sikap hormat dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pembiasaan Upacara Bendera tersebut mengusung tema “Nusantara Ajeg jika Generasi Penerusnya Berdisiplin”.


SDN Palinggihan mengusung tema “Nusantara Ajeg jika Generasi Penerusnya Berdisiplin”, bertujuan untuk menciptakan generasi dengan disiplin yang tinggi sehingga dapat menjalankan posisi sebagai warga negara berdedikasi tinggi di kemudian hari.


Selain itu juga untuk menerapkan Pendidikan anti korupsi, siswa akan terlatih untuk selalu berdisiplin dalam kesehariannya. Misalnya Ketika mereka datag ke sekolah tidak akan terlambat, memakai baju seragam sesuai dengan hari, memakai sepatu yang telah di tentukan oleh sekolah, dan lain sebagainya.


Jika siswa-siswi SDN Palinggihan dalam kehidupan sehari-harinya telah terlatih untuk berdisiplin, begitu juga dengan sekolah-sekolah lainnya, maka kita telah memberikan kontrubusi untuk bangsa ini yaitu membentuk karakter positif pada generasi bangsa yang akan melanjutkan keberlangsungan bangs aini.


Semangat untuk seluruh guru di Indonesia, agar Lelah kita menjadi Lillah dengan menghasilkan generasi yang sehat, berdisiplin, cerdas, mencintai dan loyal terhadap negaranya. Jangan bertanya apa yang telah negara berikan terhadap kita, tapi tanyakanlah apa yang telah kita berikan terhadap negara ini.


Baca Juga : Jurnam Mudarris

Thursday, February 8, 2024

Penghayatan Spiritual dalam Peristiwa Isra Mi'raj

Local Photo ilustrasi (2024) by. eep


Memahami Nilai-nilai Pendidikan melalui Pendekatan Berfikir Panca Niti
(alfaqir.Eep)

Pena_GPAI, Peristiwa Isra Mi'raj mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat dipahami melalui pendekatan Berfikir Panca Niti. Dari tahap rekognisi informasi hingga kebulatan pemahaman, kita dapat mengambil pelajaran berharga tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pemahaman sejarah, penghayatan spiritual, implementasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kedisiplinan, kesetiaan, tanggung jawab, dan pemahaman mendalam terhadap ajaran agama.

Pertama, pemahaman sejarah menjadi penting dalam mempelajari peristiwa Isra Mi'raj. Dengan mengenali informasi dan fakta sejarah yang akurat, kita dapat memahami konteks dan latar belakang peristiwa tersebut. Hal ini membantu kita menghargai dan menjaga keaslian sejarah serta mencegah terjadinya distorsi atau kesalahan pemahaman.

Kedua, peristiwa Isra Mi'raj juga mengajarkan pentingnya penghayatan spiritual. Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad SAW mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, seperti mengunjungi Baitul Maqdis dan naik ke langit. Penghayatan spiritual melibatkan pengalaman pribadi yang mendalam dalam menghubungkan diri dengan Allah dan memperkuat ikatan spiritual kita.

Selanjutnya, implementasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari menjadi nilai pendidikan yang penting yang dapat dipetik dari peristiwa Isra Mi'raj. Nabi Muhammad SAW adalah contoh yang sempurna dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam segala aspek kehidupan. Dalam tindakan dan perilakunya, Nabi Muhammad SAW menunjukkan keteladanan dalam menjalankan ajaran agama yang meliputi kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama.

Selain itu, kedisiplinan, kesetiaan, dan tanggung jawab juga dapat dipahami dari peristiwa Isra Mi'raj. Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad SAW menaati perintah Allah dengan penuh kedisiplinan dan kesetiaan. Ia juga merasakan tanggung jawab besar sebagai utusan Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia. Nilai-nilai ini mengajarkan pentingnya menjunjung tinggi disiplin, kesetiaan, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan kewajiban kita, termasuk menjalankan ajaran agama.

Terakhir, peristiwa Isra Mi'raj juga mengundang kita untuk memiliki pemahaman mendalam terhadap ajaran agama. Melalui refleksi dan kontemplasi yang mendalam, kita dapat memahami makna dan hikmah di balik peristiwa tersebut. Pemahaman yang mendalam ini membantu kita menginternalisasi nilai-nilai agama dan menghidupkannya dalam tindakan dan sikap kita sehari-hari.

Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai ini, kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memperkaya kehidupan spiritual kita. Nilai-nilai ini membentuk karakter yang kuat, mengembangkan kesadaran spiritual, dan membantu kita menjalani kehidupan dengan integritas dan kualitas yang lebih baik.

Baca Juga : Jurnal Mudarris

Wednesday, February 7, 2024

Membaca sebagai Kunci Kesuksesan

SDN Palinggihan Memperkenalkan Gerakan Membaca Sebelum Masuk Kelas"

Local photo (2024) by. Atim, moment siswa berliterasi 

PURWAKARTA. (7/2/2024) Aktifitas pagi yang cerah diiringi dengan derai tawa siswa-siswi SDN Palinggihan mulai berbenah mengambil tempat duduk di area lapangan sekolah untuk melaksanakan pembiasaan membaca buku selama 15 menit setiap hari selasa pagi sebelum masuk kelas. 

Pembiasaan membaca buku selama 15 menit yang dilaksanakan di SDN Palinggihan kecamatan Plered kabupaten Purwakarta merupakan salah satu upaya untuk melatih karakter baik siswa. Karena mengembangkan karakter positif dapat dilakukan dengan membiasaan perilaku yang bersifat positif pula, sesuai dengan Permendikbud nomor 21 tahun 2013 tentang gerakan pembudayaan karakter di sekolah.

Gerakan pembudayaan karakter melalui pembiasaan membaca ini dilakukan secara terjadwal yaitu setiap hari selasa sebelum masuk kelas, dimana semua siswa di kumpulkan dilapangan dengan membawa buku cerita yang mereka sukai. Mereka membaca dengan serius tanpa mengeluarkan suara, hal ini terjadi karena mereka menyadari bahwa membaca merupakan Langkah awal dalam menapaki kehidupan di masa yang akan datang. Buku tidak akan menjadi jendela dunia apabila dibiarkan berderet rapi di dalam lemari, buku tidak akan menjadi ilmu apabila hanya dijadikan pajangan di perpustakaan sekolah tanpa kita membacanya.

Dengan membaca buku mereka berharap akan mendapatkan pembelajaran yang luar biasa dalam menjalankan kehidupan di masa mendatang, seperti halnya dengan membaca buku resep masakan saja, mereka berharap akan dapat menyediakan masakan enak untuk keluarganya di rumah hari ini, esok dan hari setelahnya.

Seperti halnya Rosulloh Muhammad SAW, Ketika pertama kali menerima wahyu dari Alloh SWT, beliau diperintahkan untuk “Iqro” yang pengertiannya “bacalah”. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu hal yang besar yang akan dihasilkan setelah kita membaca. Baik itu membaca buku, ataupun membaca keadaan lingkungan kita saat ini. 

Pembiasaan membaca setiap hari selasa selama 15 menit sebelum masuk kelas di lingkungan SDN Palinggihan berlabel ‘PAMANTIK’ yaitu kependekan dari ‘Palinggihan Maca Saeutik’, pengertiannya dalam Bahasa Indonesia adalah Palinggihan membaca sedikit. Mengapa dinamai saeutik atau sedikit? Karena diharapkan yang sedikit-sedikit itu apabila sering dilakukan maka akan menjadikan sebuah kebiasaan, dan buah dari kebiasaan tersebut akan menghasilkan karakter positif yaitu gemar membaca buku. 

Oleh karena itu kami di SDN Palinggihan mengadakan pembiasaan berliterasi setiap hari selasa pagi sebelum masuk kelas. Literasi tersebut meliputi membaca, menulis dan berhitung. Lebih dari kemampuan membaca yang diharapkan adalah sekolah dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, sehingga dapat menyelesaikan tantangan kehidupan di masa depan.

Pembiasaan berliterasi yang dilaksanakan dilingkungan SDN Palinggihan selain utuk menghasilkan lulusan yang berwawasan luas dan literat juga untuk melatih kecintaan siswa terhadap buku, dimana membaca buku akan dijadikan hoby dalam kesehariannya. Peribahasa mengatakan ‘buku merupakan jendela dunia’, hal tersebut seolah menyatakan bahwa kita dapat menjelajahi seluruh dunia hanya dengan membaca buku, sebab kita akan berselancar ke dunia lain melalui sebuah buku.

Kontributor : Atien Fauziah, S.Pd

Baca juga : Jurnal Mudarris